Oleh: Noor Afeefa
Tak ada kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi anak Indonesia saat ini
melainkan prihatin dan miris. Setidaknya hal ini sejalan dengan apa yang
diungkap oleh Komnas PA tentang banyaknya jumlah anak yang mengalami kekerasan
khususnya kekerasan seksual di tahun 2013 ini. Ketua Komnas PA juga
menyatakan bahwa 80 persen kekerasan seksual tersebut terjadi di dalam rumah
oleh orang-orang terdekat seperti paman, bahkan orang tua sendiri.
Dengan demikian kondisi ini menunjukkan bahwa rumah sudah jarang
bisa menjadi tempat mencari perlindungan bagi anak (Metrotvnews.com, 18 Juli
2013).
Kondisi memprihatinkan tersebut mungkin sedikit terobati melalui peringatan
Hari Anak Nasional yang tahun ini bertema ‘Indonesia Yang Ramah dan Peduli Anak
Dimulai Dari Pengasuhan Dalam Keluarga’. Mengapa? Sebab, harapanya
jika keluarga atau rumah mampu bersikap ramah dan peduli pada anak, maka salah
satu faktor penyebab terbesar masalah kekerasan pada anak dianggap sudah
teratasi. Melalui tema tersebut, diharapkan terwujudnya rumah sebagai
tempat teraman bagi anak. Bahkan Kemen PP-PA juga menginisiasi program
kota ramah anak sebagai bentuk intervensi demi mewujudkan perlindungan terhadap
anak Indonesia.
Masalahnya, bagaimana mewujudkan rumah yang aman bagi anak dalam sistem
sekuler kapitalistik seperti sekarang ini? Mungkinkah hal ini terwujud?
Dan apa yang seharusnya dilakukan? Kapitalisme Hancurkan Tatanan Keluarga
Harus diakui bahwa keluarga memang berperan dalam menekan angka kekerasan
terhadap anak. Dalam banyak kasus hilangnya keamanan dan kesejahteraan
dalam keluarga telah berdampak pada rentannya tindak kekerasan terhadap
anak. Oleh karena itu, mengembalikan fungsi keluarga agar terwujud
keamanan dan seksejahteraan seakan menjadi satu-satunya harapan agar masalah
ini teratasi. Persoalannya, benarkah demikian keadaannya?
Sebenarnya berbagai upaya dan propaganda untuk mengembalikan fungsi keluarga
sudah jamak dilakukan. Peringatan Hari Keluarga Nasional juga sering
menjadi momentum untuk mengembalikan fungsi keluarga. Berbagai kampanye
tentang pentingnya institusi keluarga selalu memenuhi iklan layanan
masyarakat. Masyarakat pun sebenarnya cukup paham dengan masalah
tersebut. Namun tentu saja, upaya untuk mewujudkan hal tersebut tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan hampir dikatakan mustahil
mewujudkan keluarga atau rumah yang ramah terhadap anak dalam sistem yang
selalu melahirkan kemiskinan dan ketidakamanan ini.
Keluarga pada saat ini sesungguhnya tengah dihadapkan pada persoalan berat,
terutama masalah kemiskinan dan hilangnya fungsi keluarga akibat kesempitan
hidup yang dibentuk oleh sistem sekuler kapitalis. Seorang ayah yang
sudah mengetahui bahwa anak adalah aset bagi masa depannya dan harus
dilindungi, mengapa bisa berbuat aniaya kepada anaknya sendiri? Semua itu
bisa terjadi karena kehidupan keluarga tidak layak. Jika sebuah rumah
sederhana harus dihuni oleh beberapa anggota keluarga, bercampur baur antara
laki-laki dan perempuan, tidak terlindungi aurat masing-masing jenis, sedangkan
pemahaman mereka jauh dari aturan Islam, maka kondisi seperti ini tentu sangat
tidak aman bagi anak.
Kondisi yang menimpa keluarga tersebut tentu tidak semata-mata karena faktor
internal. Bagaimana pun pelaksanaan tatanan berkeluarga membutuhkan
ruang, fasilitas dan aturan main yang baik. Sedangkan semua itu sangat
dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu sistem ekonomi yang mensejahterakan
dan pola kehidupan sosial yang ada di masyarakat.
Dengan demikian, mewujudkan tempat yang ramah bagi anak tentu tidak bisa
serta merta dengan mengembalikan fungsi keluarga saja. Jika hal itu
menjadi satu-satunya solusi dan harapan, maka bisa dikatakan penyelesaiannya
tidak menyentuh akar persoalan dan harapan pun sia-sia.
Memang, jika para ibu sadar akan kewajibannya menjaga anak-anak, mungkin
akan lebih dapat mengurangi kejadian yang tidak dikehendaki itu, dibandingkan
jika mereka tidak peduli dengan kewajiban-kewajibannya terhadap anak.
Meski demikian, untuk bisa mewujudkan itu semua membutuhkan upaya yang amat
berat, bahkan bisa dikatakan mustahil mencapai tingkat ideal. Mengapa?
Sesungguhnya kemiskinan yang dihadapi keluarga adalah masalah
sistemik. Kemiskinan keluarga hanyalah imbas dari rusaknya tatanan
ekonomi yang diterjadi pada bangsa ini. Minimnya tempat tinggal adalah
hal yang harus dibayar oleh keluarga dengan penghasilan yang minim.
Upaya untuk memberikan pemahaman agar terwujud persepsi yang benar tentang
hak-hak anak kepada seluruh anggota keluarga pun tidak mudah. Tak hanya
itu, keterbatasan ekonomi juga memaksa keluarga melanggar rambu-rambu syariah
yang harus ditegakkan. Misalnya, pemisahan tempat tidur antara laki-laki
dan perempuan, menutup aurat, dan lain-lain. Di samping itu, keluarga
memerlukan sarana fisik untuk menjaga aurat antar penghuni rumah sehingga tidak
mudah menimbulkan rangsangan antar lawan jenis. Semua itu tak bisa
lepas dari kemiskinan yang telah diciptakan oleh kapitalisme.
Dengan demikian, agar keluar dari keterbatasan fisiknya, keluarga
membutuhkan peran negara dan masyarakat dalam membangun sistem ekonomi yang
handal. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga sering terbentur oleh
perkara yang menjadi kewenangan negara. Ini dari sisi ekonomi.
Dari sisi keamanan, menciptakan lingkungan yang aman bagi anak pun menjadi
perkara yang tidak mudah jika diserahkan kepada keluarga saja. Dalam
banyak hal, faktor pemicu kekerasan (seksual) pada anak justru berasal dari
luar lingkungan anak yang kemudian dibawa ke dalam rumah.
Hal itu bisa berkaitan dengan rusaknya persepsi masyarakat tentang
perempuan, seperti maraknya tayangan porno dan pergaulan bebas di
masyarakat. Korban dari berbagai penyakit sosial tersebut terkadang malah
anak-anak yang berada di lingkungan sekitar pelaku kekerasan (di rumah dan
sekitarnya). Sementara sanksi yang mampu mencegah berbagai tindakan rusak
itu tidak dapat ditegakkan oleh keluarga sendiri. Keluarga mengharapkan
sanksi dari masyarakat dan negara. Ini semua menunjukkan bahwa masalah
keamanan –yang menjadi salah satu faktor penyebab kekerasan pada anak- juga
berkait dengan sistem sosial dan sistem persankian yang berlaku di masyarakat
(negara) bukan murni urusan keluarga saja.
Dengan demikian, sesungguhnya yang dibutuhkan oleh keluarga saat ini adalah
adanya sistem yang menjaga keluarga dan menjamin berjalannya fungsi
keluarga. Menciptakan kota ramah anak pada sistem kehidupan
sekuler-kapitalistik saat ini hanya akan manjadi program yang indah dalam teori
namun sulit dalam implementasi. Sebab, tidak ada dukungan sistem yang mampu
mewujukan semua itu.
Studi Kritis Kurikulum 2013
Perspektif Kurikulum Khilafah
Oleh: Dra. Rahma Qomariyah,
M.Pd.I
(Kandidat Doktor Pendidikan Islam
dan DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)
Mulai tahun ajaran baru 2013/2014
kurikulum 2013 akan dilaksanakan secara bertahap, menggantikan kurikulum
sebelumnya. Perubahan Kurikulum ini sudah merupakan ritual sistem
Pendidikan Indonesia. Belum sampai tuntas implementasi kurikulum yang
satu, sudah harus diganti dengan kurikulum yang baru. Sebenarnya ini adalah
bukti sistem pendidikan produk sistem pemerintahan demokrasi kapitalisme penuh
dengan kelemahan. Wakil Presiden Boediono mengakui bahwa kita memang belum
punya konsepsi yang jelas mengenai substansi pendidikan yang dapat dijadikan
kompas bagi begitu banyak kegiatan dan inisiatif pendidikan di Tanah Air
(Kompas, 29 Agustus 2012). Perubahan kurikulum Indonesia sudah mencapai
sekitar sembilan kali, yaitu tahun 1947, 1964, 1968, 1973, 1984, 1994,
1997, 1994, 2004, dan tahun 2006 (Kemendikbud, 2012).
Menurut Mendikbud Muhamad Nuh,
Penerapan kurikulum 2013 penting dan genting terkait bonus demografi pada
2010-2035. Generasi muda Indonesia perlu disiapkan dalam kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan (Kompas. Com). Mendikbud juga mengatakan pada
kurikulum 2013mata pelajaran IPA dan IPS di sekolah dasar (SD)
diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Pengintegrasian ini dilakukan
karena penting, serta menyesuaikan zaman yang terus mengalami perkembangan
pesat (www. Kemdikbud.go.id/uji public kurikulum 2013).
Praktisi Pendidikan menyambut Pro
dan kontra terhadap pemberlakukan kurikulum 2013 mulai tahun ajar 2013/2014.
Pihak yang mendukung kurikulum baru menyatakan: Kurikulum 2013 memadatkan
pelajaran sehingga tidak membebani siswa, Pihak yang kontra menyatakan
Penerapan Kurikulum 2013 pada Juli atau kapan pun dalam format yang ada
tampaknya tidak menimbulkan efek kualitatif yang signifikan bagi kemajuan
bangsa .Yang lain menambahkan : “Sikap pemerintah itu terasa berlebihan karena
sejatinya pengaruh perubahan Kurikulum 2013 tidaklah sedahsyat yang
dibayangkan. Asumsi-asumsi teoritisnya memang muluk, tetapi yang riil berubah
dan mudah dilaksanakan hanya pengurangan jumlah mata pelajaran dan penambahan
durasi pembelajaran di sekolah (Kompas. Com).
Latar Belakang
Berkaitan dengan pentingnya
penerapan kurikulum 2013, berbagai latar belakang yang dikemukakan oleh
pemerintah. Antara lain akhlak generasi muda yang semakin brutal: tidak
jujur, tidak disiplin, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan
dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Disamping isu moral,
juga dikemukakan isu ekonomi, yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan
ketahanan pangan. Sebenarnya ada yang lebih penting dari semua itu. Hal ini
sebagaimana diungkapkan mendikbud yaitu: bonus demografi- jumlah penduduk yang
meledak harus bisa terserap pasar. Artinya pendidikan hanya menciptakan
buruh-buruh pabrik – pasar tenaga kerja sistem kapitalisme.
Disamping itu memang mutu
pendidikan Indonesia masih rendah. Hasil studi PISA (Program for
International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada
literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru
bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends
in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia
berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang
komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat,
prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi.
Sebenarnya dengan mengkaji
secara mendalam kurikulum 2013, bisa disimpulkan bahwa kurikulum ini tidak akan
bisa menyelesaikan masalah. Karena terdapat beberapa hal yang prinsip,
justru bermasalah, antara lain: Landasan Kurikulum, Tujuan Pendidikan Dasar
(SD/SMP) dan Menengah, serta Struktur Kurikulum Pendidikan Dasar
(SD/SMP).
Landasan
Landasan yuridis kurikulum
2013 adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah
nomor 19 tahun 2005. Dalam pandangan Islam semua landasan harus bersumber dari
akidah Islam, termasuk landasan kurikulum dan tidak boleh bertentangan
dengan akidah Islam. Karenanya kurikulum Khilafah berlandaskan pada akidah
Islam.
Akidah Islam adalah merupakan
asas, sebagai standart seorang muslim dalam bertingkah laku pada seluruh aspek
kehidupan. Berdasarkan hal ini maka ilmu pengetahuan yang diberikan kepada anak
didik dan yang diperoleh anak didik wajib berlandaskan akidah Islam[1]. Akidah Islam sebagai asas
seorang muslim dalam hal keyakinan dan perbuatan untuk menilai apakah sesuatu
dapat diambil atau harus ditinggalkan.
Mempelajari akidah dan
pengetahuan yang lain yang bertentangan dengan akidah dan pengetahuan Islam
diperbolehkan dengan syarat:
* Setelah
menyakini akidah Islam dengan keimanan yang kuat dan memahami
pengetahuan Islam tentang hal tersebut secara benar.
* Tujuan
mempelajari untuk membantahnya dan mengambil sikap syar’i terhadapnya[2]
Dan mereka mempunyai kepribadian
Islam yang kuat. sebagai seorang muslim yang taat dan yakin hanya Islam yang
diterima di sisi Allah Swt:
“Sesungguhnya agama (yang
diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (TQS. Ali Imran [3]: 7)[1]
“Barangsiapa mencari agama selain
agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (TQS. Ali Imran [3]: 85).
Tujuan Kurikulum
Penyelenggaraan pendidikan dasar
dan menengah kurikulum 2013, sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; berilmu, cakap,
kritis, kreatif, dan inovatif; sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab. (Kurikulum 2013,
Kompetensi Dasar SD-SMP-SMA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
Hal ini berbeda dengan tujuan
pendidikan sekolah (Madrasah Ibtidaiyah, Mutawasithah dan Tsanawiyah atau
SD-SMP-SMU) dalam Negara Khilafah adalah:
Pertama, Membentuk Generasi
Berkepribadian Islam. Yaitu
membentuk pola tingkah laku anak didik yang berdasarkan pada akidah Islam,
senantiasa tingkah lakunya mengikuti Al Qur’an. Dan seorang muslim yang
berkepribadian Islam tentu akan merasa senantiasa diawasi Allah, sehingga
mengharuskan dirinya senantiasa bertingkah laku yang Islami (Syekh Taqiyuddin
an Nabhani, Syakhshiyah Islamiyah juz I).
Berkepribadian Islam/bertingkah
laku islami merupakan konsekwensi seorang muslim , yakni bahwa seorang
muslim dia harus memegang erat identitasnya, jati dirinya sebagai seorang
muslim yaitu senantiasa bertingkah laku yang islami dimanapun ,kapanpun dan
dalam aspek apapun dia beraktifitas. Identitas itu menjadi kepribadian yang
tampak pada pola berpikir dan pola bersikapnya yang didasarkan pada
ajaran Islam. Selanjutnya setelah anak didik mempunyai kepribadian Islam, maka
harus dipertahankan, tetap istiqomah dan berpegang teguh pada Al Qur’an
dan al Hadits.
Penguasaan terhadap Tsaqofah
Islam merupakan keniscayaan, karena sebagai pembentuk kepribadian Islam.
Selanjutnya pada tingkat perguruan tinggi kompetensi peserta didik dikembangkan
sampai derajat Negarawan ,Ulama dan Mujtahid
Kedua,Menguasai Ilmu Kehidupan
(Keterampilan dan Pengetahuan). Menguasai Ilmu pengetahuan dan
tehnologi untuk mengarungi kehidupan diperlukan, agar dapat berinteraksi
dengan lingkungan, menggunakan peralatan, mengembangkan pengetahuan sehingga
bisa inovasi dan berbagai bidang terapan yang lain. Ketiga,
Mempersiapkan anak didik memasuki jenjang sekolah berikutnya. Pada
perguruan tinggi ilmu yang didapat tersebut bisa dikembangkan sampai derajat Pakar
dan Inovator.
Tentu tujuan kurikulum Khilafah
ini berbeda dengan dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum 2013
tersebut diatas. Bahkan kalau dilihat dari sudut pandang Islam, bisa
bertentangan. Misalnya Islam menetapkan yang berhak membuat hukum/legislasi
adalah Allah. Hal ini tentu akan dinilai tidak demokratis atau tidak sesuai
dengan tujuan kurikulum 2013.
Struktur Kurikulum
Struktur Kurikulum 2013 untuk
SD/MI. Kelompok A (Wajib) : Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan
pancasila dan kewarganegaraan; Bahasa Indonesia; Matematika; Ilmu Pengetahuan
Alam; Ilmu Pengetahuan Sosial.Kelompok B (Wajib) : Seni Budaya
dan Prakarya; Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (Kurikulum 2013,
Kompetensi Dasar SD, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).
Struktur Kurikulum 2013 untuk
SMP/MTs. Kelompok A (Wajib): Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan
pancasila dan kewarganegaraan; Bahasa Indonesia; Matematika; Ilmu Pengetahuan
Alam; Ilmu Pengetahuan Sosial; Bahasa Inggris. Kelompok B(Wajib): Seni
Budaya; Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan; Prakarya (Kurikulum
2013, Kompetensi Dasar SMP, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
Struktur Kurikulum 2013 untuk
SMA/MA. Kelompok A (Wajib): Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan
pancasila dan kewarganegaraan; Bahasa Indonesia; Matematika; Ilmu Pengetahuan
Alam; Ilmu Pengetahuan Sosial; Bahasa Inggris; Sejarah Indonesia.
Kelompok B(Wajib): Seni Budaya; Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan; Prakarya dan Kewirausahaan. Kelompok C (Peminatan) Matematika dan Sains:
Matematika, Biologi, Fisika,Kimia. Peminatan Sosial Geografi, Sejarah,
Sosiologi dan Ekonomi. Sedangkan Peminatan Bahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia,
Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa dan Sastra Asing lainnya; Antropologi (Kurikulum
2013, Kompetensi Dasar SD-SMP-SMA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).
Bandingkan dengan Struktur
Kurikulum Khilafah (Abu Yasin, Strategi Pendidikan Daulah Khilafah)
adalah sebagai berikut: Struktur Kurikulum Khilafah untuk Jenjang Pertama
(setingkat SD). Materi Pokok: Tsaqofah Islam (Akidah Islam, al Qur’an, Tafsir,
Hadis, Fikih, Sirah Nabi, Fiqhus Shirah, Sejarah Islam dan Pemikiran-pemikiran
dakwah), Bahasa Arab, Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Keterampilan dan
Kerajinan (Keterampilan Komputer, Keterampilan intelektual-yang mampu
mengembangkan kemampuan mengaitkan fakta dan informasi dalam berfikir, Olah
raga, Menggambar dan Perpustakaan).
Struktur Kurikulum Khilafah untuk
Jenjang Kedua (setingkat SMP). Materi Pokok: Tsaqofah Islam (Akidah Islam, al
Qur’an, Tafsir, Hadis, Fikih, Sirah Nabi, Fiqhus Shirah, Sejarah Islam dan
Pemikiran-pemikiran dakwah), Bahasa Arab, Matematika dan Ilmu Pengetahuan
(Konsep- konsep Kimia, Biologi, Fisika dan Geografi), Ilmu Komputer.Keterampilan
dan Kerajinan (Olah raga, Menggambar dan Perpustakaan, Keterampilan yang
berkaitan dengan pertanian dan industri).
Struktur Kurikulum Khilafah untuk
Jenjang Ketiga (setingkat SMA). Untuk SMA akan mendapatkan materi wajib dan
materi khusus sesuai dengan jurusannya. Materi wajib untuk seluruh siswa adalah
materi pokok dan mata pelajaran keterampilan dan kerajinan: Materi Pokok:
Tsaqofah Islam (Akidah Islam, Al Qur’an, Tafsir, Hadis, Fikih, Sirah Nabi,
Fiqhus Shirah, Sejarah Islam dan Pemikiran-pemikiran dakwah), Bahasa Arab,
Matematika dan Ilmu Pengetahuan (Kimia, Biologi, Fisika dan Geografi),
Komputer. Keterampilan dan Kerajinan: Perpustakaan, Keterampilan militer,
Keterampilan yang ditetapkan para pakar dalam bidang tersebut sesuai dengan
kondisi geografis di daerah masing-masing. Misalnya keterampilan bidang
pertanian, industri dll.
Materi untuk jurusan, akan
disesuaikan dengan jurusannya. Jurusan-jurusan tersebut adalah Jurusan
Tsaqofah; Jurusan Ilmu Pengetahuan dan Sains; Jurusan Teknologi Industri;
Jurusan Perdagangan; Jurusan Kerumahtanggaan (khusus wanita).
Out Put Pendidikan Kurikulum 2013
Untuk mencapai tujuan pendidikan
tentu harus ada kurikulum yang mampu mengantarkan kepada tujuan. Hal ini
tidak terdapat pada kurikulum 2013, justeru materi yang ada adalah
materi-materi yang tidak bisa mengantarkan peserta didik untuk mencapai
tujuan membentuk Kepribadian Islam. Karena ilmu-ilmu Islam sebagai pembentuk
kepribadian tidak termasuk dalam materi ajar. Materi Pembentuk
kepribadian Islam yang harus diajarkan kepada peserta didik antara lain: Akidah
Islam, B. Arab, Al Qur’an, Tafsir, Hadis, Fikih, Sirah Nabi, Fiqhus Shirah,
Sejarah Islam dan Pemikiran-pemikiran dakwah (Abu Yasin, Strategi Pendidikan
Daulah Khilafah hal 44).
Kurikulum 2013 akan melahirkan
manusia-manusia yang sekuleris, kapitalis dan liberalis, bukan seorang yang
berkepribadian Islam (bersyakshiyah Islamiyah). Hal ini bisa ditela’ah dalam
kurikulum 2013. Misalnya ada kompetensi inti yang harus dicapai siswa SD dan
SMP, yaitu menerima dan menjalankan agama yang dianutnya, begitu juga tingkat
SMA, kompetensi inti yaitu menerima, menjalankan dan menghargai agama yang
dianutnya. Akan tetapi hal ini bertentangan dengan materi yang diajarkan.
Kurikulum 2013 tidak mengajarkan tsaqofah Islam secara utuh (Akidah Islam, B.
Arab, Al Qur’an, Tafsir, Hadis, Fikih, Sirah Nabi, Fiqhus Shirah, Sejarah Islam
dan Pemikiran-pemikiran dakwah). Memang benar ada mata pelajaran agama Islam
yang diajarkan, akan tetapi hanya pada aspek ibadah makdhah (Syahadat,
Thaharoh, Shalat, Puasa, Haji, Menuntut ilmu, Akhlak dan makanan halal). Adapun
aspek yang lain politik, ekonomi, sosial,pemerintahan dan lainnya dibahas dalam
mata pelajaran yang bersumber dari ideologi kapitalis-liberal. Disamping itu
kompetensi inti tersebut bertentangan dengan kompetensi dasar. Misalnya
kompetensi dasar IPS menjalankan ajaran agama dalam berfikir, berperilaku
sebagai penduduk Indonesia yang mempertimbangkan budaya, ekonomi dan politik
dalam masyarakat.
Kurikulum 2013 tidak bisa
menghasilkan pakar/penemu karena dua hal: Pertama, pelajaran IPA
pada pendidikan dasar dan menengah diajarkan sebagai integrative science
studies. Seharusnya diajarkan sebagai disiplin ilmu. Sehingga nantinya bisa
dikembangkan pada perguruan tinggi sampai derajat pakar/penemu. Kedua,
kurikulum 2013 pelajaran IPA berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan
berfikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, pengembangan sikap peduli dan
bertanggung jawab pada lingkungan alam. Seharusnya diajarkan konsep dasar IPA
yang berorientasi pada penguasaan konsep dasar sebagai disiplin ilmu yang siap
untuk dikembangkan. Karena IPA tidak akan membentuk pola tingkah laku
(kepribadian) secara langsung, sehingga tidak tepat pelajaran IPA berorientasi
pada pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab pada lingkungan alam.
Disamping itu kurikulum 2013 juga
tidak mampu menghasilkan orang-orang yang mampu mengarungi kehidupan ini
sebagai pengendali perekonomian bangsa. Karena sistem perekonomian yang
diterapkan tetap kapitalis dan dikendalikan para kapitalis global, sehingga out
put kurikulum 2013 hanya siap pada tingkat pekerja. Sebagaimana diungkapkan
mendikbud pentingnya penerapan kurikulum 2013 yaitu: bonus demografi- jumlah
penduduk yang meledak harus bisa terserap pasar. Artinya salah satu tujuan
kurikulum 2013 adalah menciptakan buruh-buruh pabrik – pasar tenaga kerja
sistem kapitalisme.
Out Put Pendidikan pada Masa
Khilafah
Pada saat Pendidikan Islam murni
berlandaskan Akidah Islam serta kaum Muslimin masih memiliki kekuasaan
yaitu Khilafah Islamiyah, maka kemajuan dunia pendidikan sangat pesat.
Pendidikan ini mampu melahirkan Inovator dan pakar misalnya penemu kompas, peta
dunia dan jam.
Muncul pula saat itu ulama’ besar
yang mencatat sejarah dengan tinta emas, antara lain: (1). Ali asy
Syaukani seorang ulama besar, mujtahid dan pakar pendidikan yang telah
menulis 348 judul buku. (2). Jabir Ibn Haiyan, Pakar kimia yang menciptakan
skala timbangan akurat, mendefinisikan senyawa kimia, dia menulis 200 buku, 80
buku diantaranya di bidang kimia.(3). Imam Bukhari meneliti 300.000 hadits,
yang diriwayatkan 1000 orang dan hadits yang dipilih hanya yang shaheh yaitu
7.275. (4). Imam Syafi’i (150 H-204 H) Ahli Fikih, hafal al Qur’an umur 7
tahun, karyanya sangat banyak, salah satu karyanya kitab al Um. (5).
Imam Hambali ( 164 H-241 H), ahli Hadits, ahli fikih dan mujtahid, karyanya: Musnad
Ahmad Hambali, beliau memeriksa 750.000 hadits dan beliau memilih yang
Shaheh 40.000.
Dalam buku Atlas Budaya Islam
karangan Ismail R Al Faruqi, Lois Lamya Al Faruqi menyebutkan, pada masa
Kekhilafahan Abbasiyah yaitu Khalifah al Makmun, lahir pakar-pakar yang hebat,
antara lain: Khawarizmi/Algorizm (W.780), pakar matematika, geografi
& astronomi. Dia yang memperbaiki tabel ptolomeus dan menemukan ilmu
hitung: Al jabar dan menemukan konsep angka nol (shifr) yang menunjukkan
kosong. Dia orang pertama yang menciptakan geografi bumi. Al Khawarizmi juga
mengembangkan aritmatika yang menjadi landasan Aritmatika, disebut ”Sekumpulan
perintah logis dan runtut-algoritma”–yang tanpa itu dunia komputer dan informatika
tidak akan bisa berjalan.
Pada masa Khalifah Al Makmun,
beliau membuat observatorium di Baghdad, menyusun ”Tabel Makmun yang telah
diverifikasi”. Tabel itu sangat berguna untuk menentukan posisi
secara tepat melalui penentuan garis lintang dan garis bujur. Posisi-posisi
bintang bisa ditentukan secara akurat yang sangat berguna bagi sebuah Kapal
yang berlayar.
Ibnu Sina/Avecenna (908-1037M),
pakar kedokteran, filsafat, astronomi & matematika. Dia mengungkapkan
problem besaran yang tidak terhingga kecil, baik dalam agama, fisika &
matematika. Suatu hal yang pada abad 17 mengantarkan Newton & Leibniz pada
Infinitesimal dan kemudian membentuk Ilmu Kalkulus. Karyanya Al Qonun fi Al
Thibb, menjadi buku rujukan utama bidang kedokteran selama 700 tahun.
Pada masa Bani Umayah, Khalifah
Walid bin Abdul Malik (88H/706 M) sudah membangun rumah sakit mental dan rumah
sakit fisik; rumah sakit untuk pria dan untuk wanita. Dokter dan mahasiswanya
tinggal di rumah sakit, dipandang sebagai dosen dan mahasiswa lainnya sebagai
pembantu para dokter yang mengadakan pelayanan masyarakat.
Pada tahun 319 H/931 M, masa
Khalifah al Muqtadir di Bagdad terdapat 869 dokter yang mengikuti ujian untuk
mendapatkan izin praktek yang diadakan Pemerintah.Sejak saat itu dokter, ahli
farmasi, dan rumah sakit diawasi oleh Muhtasib, pejabat yang berwenang untuk
mengurus hisbah.
Pada masa kekhilafahan
Utsmaniyah yaitu Sultan Muhammad Al Fatih. Ris Beiry, Komandan pasukan
laut Khilafah Ustmani, pakar geografi, pioner pembuat peta: membuat peta Benua
Amerika secara rinci dan menulis bahwa benua Amerika sudah ditemukan tahun 1465
M & Antartika 27 tahun sebelum Amerika ditemukan oleh Christoper Columbus
(1451-1506 M).
Dengan demikian tidak ada jalan
lain, agar dunia pendidikan maju dan mampu mengantarkan kejayaan Islam dan kaum
muslimin, kecuali menerapkan kurikulum Khilafah dalam bingkai Negara Khilafah
Islamiyah. Allahu a’alam.